Betul
juga ramalan tersebut. Setibanya di ibu kota, COK HIN ditangkap dan
dihukum pancung pada tanggal 14 bulan satu imlek, sehari sebelum kaisar
merayakan CAP GO ME. Karena Raja Bong tidak datang maka Kaisar Khian
Lung marah besar. Maka dia memerintahkan untuk menangkap raja Bong hidup
atau mati.
Rupanya raja Bong mengetahui rencana tersebut. Maka
sebelum utusan kaisar sampai ia melarikan diri beserta anak buah setianya, dan
anak perempuan satu-satunya Bong Li Li, dengan menggunakan 3 buah kapal
layar besar dan 3 buah kapal layar kecil, ke arah selatan. Mereka mampir di
Taiwan, Muangtai dan Malaya dan berakhir di pelabuhan KARANG LINTANG di
hulu sungai KUTOPANJI, Belinyu, Bangka. Peristiwa ini terjadi pada th 1675.
Pada waktu itu Bangka di bawah kekuasaan Sultan Machmud Badarudin dan atas ijin
beliau, Raja Bong diperbolehkan tinggal dan mendirikan benteng. Benteng
tersebut panjangnya sekitar 75M, lebar 55M tinggi 4M dikerjakan selama 149
minggu. Bangunan tersebut terdiri dari 9 buah ruangan dan 18 sumur. Pintu
gerbangnya menghadap timur laut. tersebut pernah dipugar oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 3 Desember 1973. Oleh penduduk setempat,
raja Bong disapa dengan Kapten Bong atau Bongkap. Ia membuka kebon lada dan
tambang timah, hingga ia kaya raya.
Suatu
saat, pada waktu Bongkap ke Malaya untuk menjual timah dan lada, datanglah
perompak dari Filipina menjarah bentengnya, memperkosa dan membunuh Bong Li Li
kemudian memasukan mayatnya ke sumur. Sepulangnya dari Malaya, Bongkap melihat
bentengnya porak poranda, isinya ludes dan puterinya meninggal ia teramat
sedih, menjadi pemurung kemudian sakit-sakitan yang akhirnya meninggal pada
tahun 1687. Makam Bongkap dipugar oleh tim yang terdiri dari Lettu Polisi
Djamino WR, Bong Thian Fo, Khu Kun Sin, Tjhin Kui Khian, Tjong Thiam Siu, Lie
Kon Tet, dan BFB. Peninggalan Bongkap disamping reruntuhan benteng adalah
klenteng Liong San Phek Kung Miauw yang telah mengalami pemugaran pada sekitar
th 1900 oleh seorang isteri kepala parit (pengusaha tambang timah). Cerita
tersebut di atas diceritakan kembali oleh Bapak Cong Kon Fo, penjaga klenteng Liong San Phek Kung
Miauw.
Dalam
pelariannya, raja Bong beserta pengikutnya membawa buah jeruk kingkit dalam
jumlah besar. Gunanya untuk mencegah maupun mengobati orang yang mabuk laut.
Setibanya di Belinyu, sisa buah jeruk kingkit di tanam. Oleh karena itu belinyu
pernah menjadi ladang jeruk kingkit. Salah satu diantaranya mampu bertahan
selama 5 generasi, seperti tertera dalam gambar. Hal ini diutarakan oleh
pemiliknya yaitu Bapak A-Siok, seorang pendekar Kung Fu di Belinyu yang
jari-jari tangannya papak (tinggal separo). Jeruk kingkit tersebut dibeli oleh
Bapak John, seorang kolektor bonsai yang berasal dari Bugis, yang tinggal di
Pangkal Pinang. Sebenarnya cucu A Siok tidak setuju, karena jeruk kingkit
tersebut warisan leluhur mereka. Tetapi entah mengapa Pak A Siok jatuh hati dan
mereka memberikan pohon jeruk kingkit kepada Pak John.
Pada
tanggal 18 November 2001, saya ceramah di depan karyawan perkebunan kelapa
sawit, PT.Sawindo Kencana, di desa Tempilang, Sungailiat, Bangka. Esok paginya
saya menginap di wisma Jaya II di Pangkal Pinang. Untuk mengisi waktu saya
ingin melihat-lihat bonsai di Pankal Pinang sebagai proses belajar. Perlu diketahui
saya mulai memelihara bonsai pada bulan Mei 2001. Jadi saya betul-betul pemula
dibidang bonsai. Maka saya bertanya pada resepsionis apakah ia mengenal
seseorang yang punya hobi bonsai. Pucuk dicinta ulam tiba, ternyata ia mengenal
seseorang yang bekerja di Pemda Banka yang punya hobi bonsai, Pak Eddy namanya.
Kebetulan setelah dikontak, Pak Eddy mau menemani saya keliling kota Pankal
Pinang menemui rekan-rekan penggemar bonsai. Ternyata banyak penggemar bonsai
di Pangkal Pinang maka untuk menemui mereka tidak cukup sehari. Esok harinya
mulai lagi keliling Pangkal Pinang dan akhirnya ketemu dengan Pak John yang
memiliki bonsai Jeruk Kingkit yang berasal dari A Siok. Saya sama sekali belum
paham mengenai bonsai maka hanya intuisi saya saja yang berbicara. Saya
konsultasi dengan teman-teman di Cibubur tetapi mereka tidak bisa merekomendasi
karena tidak melihat barangnya.
Lama sekali saya berpikir dan bernegosiasi dengan
Pak John yang juga berpikir keras mau melepas bonsainya atau tidak. Akhirnya
tepat pukul 24.00 hari Sabtu tanggal 20 November 2001, terjadilah persesuaian
harga untuk dua buah bonsai Jeruk Kingkit. Karena tidak siap “berburu bonsai”
maka sebagai tanda jadi hanya beberapa ribu rupiah. Sisanya kami lunasi pada hari Senin, setelah
mendapat transfer dari Jakarta. Tanpa saya kurangi ranting-rantingnya, dua
pohon jeruk kingkit saya kirim ke Jakarta lewat expedisi dengan menyewa 1 buah
truck khusus untuk mengangkut 2 buah bonsai jeruk kingkit. Tanggal 25 November,
dua buah bonsai jeruk kingkit yang salah satu diantaranya bersejarah dan
berumur sekitar 330 tahun tersebut sampai di Jakarta dengan selamat sampai
sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar